Minggu, 04 Maret 2012
Pemanfaatan Limbah Organik .
Salah satu pemanfaatan limbah organik adalah dengan cara dibuat pupuk kompos.
Pupuk kompos
adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan. Pupuk kompos sangat baik untuk menambah unsur hara tanah sehingga dapat menambah kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah menjadi gembur, mempertinggi kemampuan menahan air dalam tanah, memperbaiki drainase dan tata ruang udara tanah, dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap unsur hara tanaman sehingga memberikan kesuburan pada tanaman.
adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan. Pupuk kompos sangat baik untuk menambah unsur hara tanah sehingga dapat menambah kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah menjadi gembur, mempertinggi kemampuan menahan air dalam tanah, memperbaiki drainase dan tata ruang udara tanah, dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap unsur hara tanaman sehingga memberikan kesuburan pada tanaman.
Dalam pembuatan kompos terdapat beberapa macam cara, seperti berikut ini.
1. Pembuatan kompos secara
alami
Cara ini dilakukan dengan menimbun sampah tumbuhan secara bertahap ke dalam
lubang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter, kemudian dilapisi dengan kotoran hewan
serta ditaburi sedikit abu dan kapur. Kemudian di atasnya tambah lagi lapisan
sampah tumbuhan lalu ditutup lagi dengan kotoran hewan dan seterusnya sehingga
menjadi rata dengan tanah. Timbunan sampah tersebut harus lembab tetapi tidak
boleh terlalu basah dalam jangka waktu tiga bulan. Apabila tumpukan sampah
tersebut telah menyusut hingga sepersepuluh dari ukuran semula, maka sampah
tersebut telah menjadi pupuk kompos.
2. Pembuatan kompos dengan menggunakan
bantuan mikroba
Pembuatan kompos cara ini dengan menggunakan mikroba menguntungkan (Effectif
microorganism=Em ) dengan cara memfermentasikan sampah organik seperti kotoran
hewan/manusia, jerami, sekam padi, dedak halus, rumput-rumputan, daun-daunan,
sampah rumah tangga, dan lain sebagainya.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah
banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,
ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos
(vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Bahan baku pengomposan adalah semua
material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal
|
Bahan
|
1.
Pertanian
|
|
Limbah
dan Residu Tanaman
|
Jerami
dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif
tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
|
Limbah
& Residu Ternak
|
Kotoran
padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
|
Tanaman
air
|
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma
air
|
2.
Industri
|
|
Limbah
padat
|
Serbuk
gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
pengalengan makanan dan pemotongan hewan
|
Limbah
cair
|
Alkohol,
limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
|
3.
Limbah Rumah Tangga
|
|
Sampah
|
Tinja,
urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
|
Jenis-jenis kompos
- Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik
yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing
tersebut.
- Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di
pabrik gula.
- Kompos bokashi.
Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos
juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan
pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang
ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada
bahan asalnya
- Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri
metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
- Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen)
- Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam
tanah
Peran bahan organik terhadap sifat
fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan
meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis
tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi
nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan
terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian
Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium
pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk
NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika
itu, caisin (Brassica oleracea),
menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009,
berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost)
memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha
Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter
batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak
memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit,
mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang
rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah
bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah
dan mempengaruhi
serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan
organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga,
sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit
untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang terlibat dalam
proses pengomposan
Kelompok
Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr
kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
|
109 - 109; 105 108;
104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104 - 105
|
Makroflora
|
Jamur tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing tanah, rayap, semut, kutu,dll
|
- Karakteristik bahan yang dikomposkan
- Aktivator pengomposan yang dipergunakan
- Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang memengaruhi proses
Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan
organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila
kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau
tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau
bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi
proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio
C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup
C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan
adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan
yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu,
dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya
menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan
kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban
(Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba
akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan
suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan
suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar
antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih
tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik
saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH Proses
pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk
proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya
berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah
matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di
dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba
selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan
Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn,
Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat
akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama
waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
Kondisi
|
Konsisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66oC
|
54 -60oC
|
Strategi
Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan
beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan
dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
- Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh
pada proses pengomposan.
- Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
- Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di
awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor
pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum
adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N
tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran
ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan
air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah
dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses
pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan
sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik
bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak
sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan
ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma
harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi
pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang
dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa
pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk
mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan
cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan
lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit
dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan
Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang
saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi
pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan untuk menentukan
strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan
seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa
pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
- Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
- Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
- Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
- Tingkat kesulitan pembuatan kompos
Pengomposan secara
aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam
pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan
peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut
disajikan peralatan yang digunakan.
- Terowongan udara (Saluran Udara)
- Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
- Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
- Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½
m
- Sudut : 45o
- Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
- Sekop
- Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
- Garpu/cangkrang
- Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan
bahan dan pemilahan sampah
- Saringan/ayakan
- Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang
agar diperoleh ukuran yang sesuai
- Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran
kompos yang diinginkan
- Saringan bisa berbentuk papan saring yang
dimiringkan atau saringan putar
- Termometer
- Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
- Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur
termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
- Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak
mencemari kompos jika termometer pecah
- Timbangan
- Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas
sesuai berat yang diinginkan
- Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penimbangan dan pengemasan
- Sepatu boot
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama
bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
- Sarung tangan
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan
selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan
perlindungan tangan
- Masker
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan
dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Kompos Bahan Organik dan
Kotoran Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan
alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya,
berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga
kelembaban, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary
Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau
setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol
aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan).
Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1)
telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad
renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan pengomposan
- Pemilahan Sampah
- Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari
sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus
dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu
kompos yang dihasilkan
- Pengecil Ukuran
- Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas
permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat
didekomposisi menjadi kompos
- Penyusunan Tumpukan
- Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan
dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
- Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah
desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x
1,75m.
- Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu
(windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
- Pembalikan
- Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang
berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan
proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air,
serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
- Penyiraman
- Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan
tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
- Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
- Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak
keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika
sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena
itu perlu dilakukan pembalikan.
- Pematangan
- Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu
tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
- Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat
tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
- Penyaringan
- Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran
partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan
bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan
di awal proses.
- Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang
sebagai residu.
- Pengemasan dan Penyimpanan
- Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung
sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
- Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang
yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari
oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih
lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol
proses produksi kompos
- Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar
memperoleh hasil yang baik.
- Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan
lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup
dan berkembang biak dengan optimal.
- Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan
berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
- Monitoring Temperatur Tumpukan
- Monitoring Kelembaban
- Monitoring Oksigen
- Monitoring Kecukupan C/N Ratio
- Monitoring Volume
Mutu kompos
- Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah
terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan
bagi pertumbuhan tanaman.
- Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan
terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme
tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
- Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai
berikut :
- Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna
tanah,
- Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat
membentuk suspensi,
- Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan
baku dan derajat humifikasinya,
- Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
Langganan:
Postingan (Atom)