MAKALAH KORUPSI
Di Susun Oleh :
M. Rosidin Eko Adi S
Korupsi di negeri kita ini bukanlah hal yang
aneh,banyak kasus – kasus korupsi yang terungkap di pemerintahan sejak jaman
Pemerintahan Orde lama dulu. Bahkan semenjak dahulu VOC menancapkan kukunya di
Nusantara ini,ia telah menyebar bibit bibit kecurangan dalam memegang kekuasaan
sehingga cenderung melakukan praktek Korupsi yang “Darahnya” masih mengalir di
dalam bentuk pemerintahan negeri kita hingga saat ini. Korupsi dapat
didefinisikan dengan bentuk perselingkuhan berdasar pemanfaatan wewenang yang
dipercayakan padanya untuk hal-hal yang tak sesuai dengan tujuan pemberian
wewenang tersebut. Seiring berjalan waktu, praktek tersebut menjadi budaya,
suatu tata nilai yang jauh lebih sulit diubah dibanding dengan kebiasaan,
karena telah menjadi aset kolektif, yaitu bangsa, dan bukan oknum.
Jika kita ingat pencuri, kemungkinan besar yang
teringat adalah bahwa pelakunya adalah orang miskin. Karena tak punya pilihan
lain untuk mengisi perut, dia menempuh langkah itu. Tetapi Indonesia
menyajikan suatu keanehan yang parah, para koruptor hampir semua adalah bukan
orang miskin: mereka punya jabatan, dapat gaji layak dan disediakan fasilitas,
tetapi justru mereka lebih maling dari pada maling! Untuk memberantas KKN
memang tidak mudah karena dari ‘kebiasaan’ menjadi budaya. Budaya adalah jenis
perilaku yang lebih sulit karena telah menyebar dalam level nasional. Tetapi
perlu ada usaha memberantasnya walaupun perlu perjuangan ekstra keras dalam
jangka waktu amat panjang. Misalnya, pertama, dapat dimulai dengan tidak
menshalatkan mayat orang yang terkait dengan kasus korupsi. Langsung saja
mayatnya dimasukkan ke kubur!
Kedua, berbagai organisasi sosial hendaknya
memiliki nyali untuk menolak sumbangan dari orang yang terkait dengan kasus
KKN, hingga kasus tersebut jelas dengan hasil dia dinyatakan tidak bersalah.
Ketiga, mengumumkan nama-nama yang terkait kasus
tersebut –semisal di tempat-tempat umum– dapat dijadikan upaya lain memberantas
kasus korupsi. Tanpa bermaksud mengabaikan asas “praduga tak bersalah”,
sosialisasikan nama-nama tersebut dengan judul atau keterangan “para tersangka”
atau “nama-nama bermasalah”. Istilah tersangka atau bermasalah mengandung
pengakuan bahwa nama-nama tersebut belum tentu bersalah. Namanya juga
tersangka, mungkin ya mungkin tidak bersalah. Namun hal tersebut dapat menjadi
peringatan awal bagi warga untuk memberi sanksi sosial semisal menjaga jarak
atau tidak memberi jabatan apapun hingga mereka terbukti secara hukum tidak
bersalah. Dengan demikian diharapkan para tersangka tersebut tergerak untuk
berusaha menjernihkan kasusnya karena merasa “gerah” dengan sanksi sosial
tersebut jika didiamkan saja. Para tersangka tersebut hendaknya juga mencakup
para hamba hukum, sudah menjadi rahasia umum pula bahwa antara hamba hukum
dengan tersangka terjadi kolusi. Begitu muncul SP3 (Surat Perintah Penghentian
Penyelidikan), segera usut sebab-sebabnya.
Seseorang yang sejak mencalonkan atau dicalonkan
menempati jabatan tertentu perlu diperiksa hartanya dan diumumkan. Begitu pula
ketika dia selesai masa jabatannya. Dari situ dapat diperbandingkan berapa
hartanya ketika mulai mencalonkan/dicalonkan dengan jumlah harta saat dia
berhenti.
Korupsi pada saat ini banyak carut marut
permasalahan tindakan pemberantasan korupsi di negeri ini. Khususnya dari mulai
berita tentang tertangkapnya pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) karena
terkait kasus pembunuhan, hingga pada saat ini pimpinan KPK terbaru Bibit S. Riyanto
dan Chandra M. Hamzah mendapatkan ancaman penjara terkait penyalah gunaan
kekuasaan. Sehingga jalannya salah satu Lembaga Independen yang menangani
masalah Korupsi di negeri ini menjadi pincang. Baru baru ini Presiden SBY
membentuk tim pencari fakta (TPF) yang bertugas untuk mencari, memverifikasi,
dan mengumpulkan fakta terkait kasus penahanan Bibit dan Chandra. Semoga
masalah ini tidak begitu berarti bagi nyalanya semangat untuk memberantas
korupsi di Indonesia. Dan semoga para Koruptor yang masih berkieliaran bebas
dapat segera menghirup pengapnya udara di dalam euang tahanan,demi tercapainya
Indonesia yang bebas dari Korupsi.
Permasalah korupsi di Indonesia tidaklah mudah
untuk diatasi. Perlu berbagai macam cara dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Dan perlu pengawasan dari semual elemen yang terkait di dalamnya. Saya ingin
menyinggung tentang tindak pidana yang berlaku bagi para Koruptor. Lemahnya
Hukuman dan Lemahnya birokrasi penanganan tindak pidana Korupsi di Indonesia.
Termasuk masalah kurangnya pendidikan agama semenjak dini sehingga jeleknya
akidah yang di miliki oleh seseorang yang memegang jabatan yang berpotensi
untuk melakukan Korupsi. Itu semua perlu kita kaji bersama dan telaah agar bias
mendapatpatkan kesimpulan yang tepat untuk dapat menangani masalah Korupsi di
Indonesia ini.
2.
Apa yang menyebabkan korupsi ?
Kemiskinan
--kata orang-- merupakan akar dari persoalan; tanpa kemiskinan tidak akan ada
korupsi. Apabila kemiskinan merupakan penyebab korupsi, bagaimana menjelaskan
mengapa mereka yang terlibat korupsi besar-besaran justru bukan orang miskin;
banyak diantara mereka adalah orang orang yang mempunyai uang dan kekuasaan.
Analisa
yang lebih deteil tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi
Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1. Aspek individu Pelaku
a)
Sifat tamak manusia
Kemungkinan
orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak
cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat
besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu
datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus .
b) Moral
yang kurang Kuat
Seorang
yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c) Penghasilan
yang kurang mencukupi
Penghasilan
seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang
wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya
dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan
tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua
curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya .
d) Kebutuhan
hidup yang mendesak
Dalam
rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam
hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil
jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e) Gaya
hidup yang konsumtif
Kehidupan
di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku
konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
f) Malas
atau tidak mau berkerja
Sebagian
orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias
malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun
dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
g) Ajaran Agama yang kurang diterapkan
Indonesia
dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam
bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan
subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama
kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Aspek Organisasi
a.
Kurang adanya sikap
keteladanan
Posisi
pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting
bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya
akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasnya.
b.
Tidak ada kultur
organisasi yang benar
Kultur
organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak
kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif,
seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
c.
Sistim akuntabilitas
yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada
institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian
pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d.
Kelemahan system
pengendalian manajemen
Pengendalian
manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam
sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah
organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai
di dalamnya.
e.
Manajemen cenderung
menutupi korupsi di dalam organisasi
Pada
umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran
korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek tempat individu dan organisasi berada
ü Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya
korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali
membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
ü Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama
korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi
itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah
negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena
proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
ü Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat
korupsi. Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang
disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa
terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak
disadari.
ü Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat
berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukanya.
ü Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah
timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat
mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni
penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang
disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak
konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
perundang-undangan.
3.
Akibat jika korupsi dibiarkan
Dampak korupsi
yang paling jelas adalah negara mengalami kerugian dan membuat rakyat semakin
miskin. Uang yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, malah
masuk ke kantong-kantong pejabat.
Saat satu tindakan korupsi berhasil dilakukan dan tidak mendapat sanksi hukum yang sesuai, hal ini akan memicu tindakan korupsi yang lain. Hal ini bisa menjadikan Indonesia sebagai negara paling korup di dunia karena korupsi menjamur dengan suburnya.
Saat satu tindakan korupsi berhasil dilakukan dan tidak mendapat sanksi hukum yang sesuai, hal ini akan memicu tindakan korupsi yang lain. Hal ini bisa menjadikan Indonesia sebagai negara paling korup di dunia karena korupsi menjamur dengan suburnya.
Citra badan hukum negara seperti
kepolisian akan menjadi buruk di mata masyarakat. Hal ini akan membuat warga
Indonesia tidak lagi menghormati badan hukum negara.
Tak hanya badan hukum, seluruh pemerintahan Indonesia juga akan mendapat pandangan sinis dari masyarakat. Membuat warga tidak percaya lagi pada sistem pemerintahan.
Tak hanya badan hukum, seluruh pemerintahan Indonesia juga akan mendapat pandangan sinis dari masyarakat. Membuat warga tidak percaya lagi pada sistem pemerintahan.
Pemilu tidak akan berjalan lancar
sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan masyarakat sudah malas untuk memilih
pimpinan. Menurut masyarakat, mengikuti pemilu sama saja memilih koruptor
berikutnya.
Bila kasus korupsi dibiarkan terus-menerus, dampak korupsi yang paling besar adalah perlawanan dari rakyat karena ketidakpuasan pemerintahan.
Bila kasus korupsi dibiarkan terus-menerus, dampak korupsi yang paling besar adalah perlawanan dari rakyat karena ketidakpuasan pemerintahan.
4.
Upaya
yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya korupsi
1)
Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang hukum
2)
Bersihkan aparatur hukum dari KKN
3)
Tegakan hukum tanpa tebang pilih
4)
Tingkatkan kesejahteraan pegawai negara
5)
Hilangkan budaya menyuap dari masyarakat
6)
Sosialisasi anti korupsi di gencarkan,media masa
wajib menayangkan anti korupsi dengan gratis.
7)
Pengaduan lewat sms di tayangkan di media masa
8)
JAM 12.00-13.00 WIB merupakan siaran anti korupsi
di setiap TV swasta nasional.
9)
Kotak-kotak pengaduan di perbanyak di tempat-tempat
umum dan kpk harus menindak lanjuti.
10) Penempatan
satu regu KPK di setiap instansi pemerintah layaknya satpam.
5.
Upaya
yang dilakukan untuk menanggulangi korupsi
1) Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2) Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya
fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat
kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3) Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga
komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara
programatis dan sistematis.
4) Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur
politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang
dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5) Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga
tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum
dalam menangani kasus korupsi.
6) Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan)
harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan
secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan
keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7) Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui
khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum.
Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan,
niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.
6.
Hambatan
yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang
seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan
kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa
Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1) Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung
setengah-setengah.
2) Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan
birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur
dan kultur.
3) Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau
pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4) Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi
pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5) Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari
contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak
dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6) Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa,
masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
7) Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam
menjalankan amanah yang diemban.
7.
Solusi
untuk pemberantasan korupsi
Ada
beberapa bentuk tawaran solusi korupsi yang cukup realistis untuk dilaksanakan.
Korupsi bisa dikatakan sebagai biang keladi keterpurukan sistem perekonomian
Indonesia. Betapa tidak, ratusan milyar uang negara dicuri dan dimasukkan ke
kantong-kantong para koruptor. Berikut ini beberapa bentuk solusi korupsi yang
memungkinkan untuk dilaksanakan.
1. Memulai dari diri sendiri
Sebelum jauh-jauh menuding orang melakukan
tindakan korupsi, marilah kita memeriksa kebersihan diri kita sendiri dari
perbuatan keji ini. Ada banyak bentuk korupsi yang terkadang tanpa sengaja kita
lakukan. Jika kita seorang pengajar, terkadang kita berupaya mengkorupsi waktu
belajar mengajar di kelas, kita memberikan jawaban soal ujian terhadap siswa,
membiarkan siswa mencontek dan sebagainya.
Sebagai pendidik kita menjadi contoh teladan bagi para peserta didik.
Jika bentuk-bentuk korupsi kecil itu dibiarkan, maka jangan heran jika generasi
Indonesia yang akan datang juga akan tetap mengidap penyakit korupsi sebagai tularan
dari sikap kita sendiri.
2. Pemimpin memberi contoh
Kewajiban seorang pemimpin adalah memberi suri tauladan kebaikan bagi
orang yang dipimpin. Seorang pemimpin harus berupaya memikirkan solusi korupsi
yang sudah menjadi tradisi klasik di tanah air. Pemimpin harus memberikan
contoh bersih diri dari perbuatan-perbuatan korupsi. Contoh ini otomatis akan
memberikan kekuatan bagi seorang pemimpin untuk mampu menegakkan hukuman bagi
para pelaku korupsi secara tegas.
Selain itu, contoh ini sekaligus akan membuat para pejabat yang berada
di bawah perintah seorang pemimpin merasa segan, malu, dan akhirnya juga
berupaya untuk meninggalkan budaya korupsi.
3. Penegakan hukum
Para koruptor perlu diberi hukuman yang seberat-beratnya yang membuat
mereka jera. Sistem penegakan hukum di Indonesia kerap terhambat dengan sikap
para penegak hukum itu sendiri yang tidak serius menegakkan hukum dan
undang-undang.
Para pelaku hukum malah memanfaatkan hukum itu sendiri untuk mencari
keuntungan pribadi, ujungnya juga pada tindakan korupsi. Alih-alih muncullah
istilah mavia hukum, yakni mereka yang diharapkan mampu menegakkan hukum dan
peradilan malah sebaliknya mencari hidup dari hukum dan peradilan tersebut.